PDM Kabupaten Lebong - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Lebong
.: Home > Artikel

Homepage

Prof. Abdul Kahar Muzakkir Menggagas Perguruan Tinggi untuk Kaum Perempuan

.: Home > Artikel > PDM
10 Oktober 2018 22:23 WIB
Dibaca: 689
Penulis : Arief Budiman Ch.

 

  • ”Pemikiran tersebut mendasari Pak Kahar untuk menggagas sebuah perguruan tinggi yang diharapkan adalah suatu Universitas Perempuan berdasarkan Islam. Universitas ini dikemudian hari sebaiknya dikembangkan menjadi suatu universitas yang lengkap dalam bidang keahlian yang sesuai dengan sifat-sifat perempuan.”

 

Pada forum Muktamar Kerja Aisyiyah, yang diselenggarakan bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad, tahun 1962, Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, yang biasa dipanggil Pak Kahar, menyampaikan pidato pemikirannya tentang sebuah Perguruan Tinggi bagi kaum perempuan. Perguruan Tinggi ini perlu didirikan sebagai kelanjutan dari pendidikan yang telah diselenggarakan bagi kaum perempuan Muhammadiyah, yaitu Madrasah Muallimat di Yogyakarta yang saat itu telah berdiri selama 40 tahun. Muktamar Kerja Aisyiyah diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Aisyiyah. Pak Kahar, selaku Pimpinan Pusat Muhammadiyah diminta berpidato untuk memaparkan tentang rencana Perguruan Tinggi Wanita itu.

Ada enam poin pemikiran Pak Kahar yang disampaikan berkaitan dengan kepentingan pendirian sebuah perguruan tinggi bagi kaum perempuan. Pertama, adalah suatu kewajiban suci bahwa kita umat Islam yang merupakan bangsa Indonesia yang besar ini, oleh Allah Swt dikaruniai iman dan Islam dan dijadikan wasath dan khairu ukhrijat linnas. Agama dan idiologi Islam sudah sejak empatbelas abad lalu memberikan pedoman-pedoman hidup yang mulia dan bermutu tinggi. Islam yang semenjak lahirnya, memberi tugas wajib belajar yang sama baik bagi pria maupun bagi wanita.

Ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah mengenai kewajiban belajar senantiasa berlaku dari dahulu hingga kini, bahkan sepanjang masa. Ilmu dan pengetahuan selama-lamanya menjadi sendi dan dasar tiap-tiap tindakan terutama untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Umat Islam terutama untuk kemajuan masyarakat dan negara di mana kaum Muslimin pun semenjak lahirnya selalu membuktikan dengan bukti-bukti yang berharga.

Kedua, di tanah air Nusantara Indonesia, umat Islam terutama yang bernaung di bawah panji Muhammadiyah dengan bukti yang nyata baik sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka, mengambil bagian dalam pengajaran dan pendidikan pula. ‘Aisyiyah sebagai garwa Muhammadiyah, tidak ketinggalan dalam memajukan bidang pengajaran dan pendidikan. Usaha-usaha ‘Aisyiyah dalam bidang tersebut terbukti tidak demikian ketinggalan.

Ketiga, selain ajaran al-Qur’an dan sunnah, ajaran-ajaran asuhan guru mursyid kita, KH. Ahmad Dahlan rahimahullah, di Indonesia sungguh sangat berguna dan layak menjadi teladan. Beliau sejak pagi-pagi telah memberi pengajaran dan pendidikan kepada kita bukan saja dalam bidang agama akan tetapi dalam bidang usaha-usaha kemajuan duniawiyah pula.

Keempat, Madrasah Mu’allimaat hingga kini merupakan suatu perguruan kita yang masih dapat kita pertanggungjawabkan dalam tujuan menghasilkan pendidikan wanita Islam. Madrasah Mu’allimaat sudah 40 tahun kita dirikan (berdiri tahun 1922, ed.). Banyak benar hasil madrasah yang tersiar dan berkembang sampai ke Merauke sebagai ibu keluarga yang utama, guru yang rajin, mubaligh yang patuh, pemimpin yang setia di samping sebagai pedagang yang bonafid, pengusaha yang produktif dan sarjana yang terpelajar tinggi, dan di samping sebagai muslimah yang taat.

Kelima, Indonesia kini telah menjadi suatu negara yang besar. Bangsa Indonesia pun suka atau tidak, telah harus menjadi bangsa yang besar. Dalam pada itu kaum muslimin dan muslimat harus pandai menempati kedudukan culturil yang sepadan di arena bangsa lain sesuai pula sebagai khaira ummat ukhrijat linnas. Ke dalam (Indonesia) merdeka hendaknya jangan ketinggalan atau terdesak oleh lain-lain golongan.Kesemuanya itu menghendaki umat Islam harus pula dapat menyelenggarakan tenaga ahli dalam bidang-bidang yang diperlukan. Kaum muslimat terutama kaum ‘Aisyiyah yang sudah memiliki banyak-sedikit pengalaman-pengalaman dalam alam kemajuan kemasyarakatan dirasakan perlu menyelenggarakan perguruan untuk ahli perempuan yang tetap gigih memegang teguh ajaran-ajaran Islam.

Keenam, tenaga ahli dari perempuan Islam dan juga sekarang diperlukan guru-guru menengah, dosen, dokter, dokter gigi, apoteker perempuan, sarjana hukum, pengacara, ahli-ahli seni yang tak keluar dari ajaran Islam, ahli sastra, pegawai negeri atau swasta, ahli sejarah, ahli ilmu bumi, ahli ekonomi, dan dagang dan perempuan diplomat dan lain-lain.

Untuk memenuhi calon-calon di atas, Madrasah Mu’alimat yang secara praktek dan kenyataan sudah dapat menyumbangkan tidak sedikit tenaga-tenaga dalam masyarakat kita, baiklah kita pelihara dan kita atur kembali dengan tujuan-tujuan baru dan rencana pelajarannya, dengan tidak meninggalkan adab dan kesusilaan Islam, baik dalam akhlak maupun pakaian yang sesuai dengan syarat-syarat pakaian Islam.

Keenam pemikiran tersebut mendasari Pak Kahar untuk menggagas sebuah perguruan tinggi yang diharapkan adalah suatu Universitas Perempuan berdasarkan Islam. Universitas ini dikemudian hari sebaiknya dikembangkan menjadi suatu universitas yang lengkap dalam bidang keahlian yang sesuai dengan sifat-sifat perempuan.

Pada waktu itu, Pak Kahar kemudian mengusulkan secara konkrit sebuah perguruan tinggi bernama Institut Ummul Mu’minin (IUM), yakni perguruan tinggi tingkat Sarjana Muda dengan masa pendidikan 3 tahun. Adapun rencana jurusan atau program studi yang dibuka adalah: 1). Pendidikan, untuk menyiapkan ahli pendidikan agama Islam, dakwah ilmu-ilmu Islam dan ilmu-ilmu masyarakat (social sciences); 2). Jurusan Sastra, menyiapkan ahli sastra dan bahasa Arab, Indonesia, bahasa daerah, bahasa-bahasa Afro-Asia dan bahasa-bahasa Barat; 3). Jurusan hukum, yang menyiapkan ahli-ahli hukum syariah dan negara; serta 4). Jurusan ekonomi, yang menyiapkan ahli ekonomi dan akuntansi.

Detail teknis lokasi Institut Ummul Mukminin, direncanakan buat sementara di Yogyakarta dengan memanfaatkan Gedung Pesantren Aisyiyah di Kauman Yogyakarta. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Aisyiyah menjadi pengawas penyelenggaraan dan jalannya IUM tersebut.

Adapun calon mahasiswinya yang akan diterima berasal dari para lulusan Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah, putri-putri tamatan sekolah lanjutan atas dengan syarat bersedia berpakaian menurut pakaian mu’allimat atau menurut ajaran Islam (menutup aurat), putri-putri tamatan madrasah agama diluar persyarikatan Muhammadiyah dan putri-putri tamatan sekolah menengah vokasi dengan memenuhi syarat di atas.

Rupanya, pemikiran tentang Perguruan Tinggi bagi putri-putri itu baru berhasil diwujudkan dalam bentuk sebuah universitas, dengan diresmikannya Universitas Aisyiyah Yogyakarta pada 10 Maret 2016, setelah melalui perjalanan panjang dari sebuah sekolah kebidanan, sekolah perawat, akademi dan sekolah tinggi ilmu kesehatan. 54 tahun kemudian.

 

 

Arief Budiman Ch.

Komunitas Peminat Studi Muhammadiyah (KomPaSMu)

 

 

 

 

sumber artikel: islamberkemajuan.id


Tags: Prof.AKaharMuzakkir , UniversitasuntukKaumPerempuan , UniversitasAisyiyah

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website